Menurutuku.., iya, memang hanya menurutku, sebagian besar hidup kita ini
adalah kenangan. Sebab sebagian besar hal yang kita alami memang telah berlalu,
panjang, sedari keluar dari rahim ibunda, hingga sedetik lalu. Sedang saat ini,
akan segera pula berlalu, kemudian tumbuh menjadi kenangan. Sementara esok,
masih belum pasti adanya. Maka, yang ada adalah kenangan dan kenangan.
Aku.., iya hanya aku – tak mengapa kan ngomongin diri sendir? – adalah
pecinta kenangan. Dalam sendiri, ketika larut malam, saat turun hujan, sering
kubiarkan anganku melayang, ke sana kemari menyusuri kenangan. Seringkali buat
diri ini tersenyum, meski kadang juga jadi malu sendiri. Malu akan diriku yang
dulu. Malu akan tingkahku yang sempat terlalu. Seringkali kepergianku ke alam
kenangan itu menghadirkan perasaan bagaimana… gitu. Perasaan yang sulit
kuungkapkan.
Pun baris-baris kalimat ini kutulis ketika hujan menyapa. Tanpa petir dan
geledeknya, suasana saat ini sungguh syahdu, mengajakku bergegas, membuat
lubang dan lorong angan, menuju dunia kenangan. Aku akan berpetualang ke sana.
Andai aku bisa pergi ke masa lalu... Ya, hanya andai. Sebab bila menjadi
kenyataan, itu pasti hanya dalam film, dan film bukan kenyataan. Kenyataannya,
aku suka berandai andai. Andaianku kali ini, tentang kembali ke masa lalu.
Bukan back to the future, sebab kamu
juga tahu, future itu kan masa depan.
Andai andaianku itu jadi kenyataan, barangkali aku akan lebih sering
pergi ke masa lalu, dari pada menjalani hari ini. Bukankan telah kukatakan
tadi, bahwa aku ini adalah pecinta kenangan. Meski hidupku terasa hari ini dan
aku berjuang untuk hari esok, tapi kenangan demi kenangan itu sungguh sesuatu.
Dialah yang membuatku hari ini merasa lebih hidup. Dialah yang tetap membuatku
berdiri untuk menyongsong hari esok.
Lalu, bila kita dapat memaknai masa lalu dengan lebih mendalam,
seringkali kita dapat berpetualang ke hutan-hutan yang lebih lebat,
gunung-gunung yang lebih menjulang, menyusur sungai yang lebih deras arusnya,
hingga samudera yang maha luas. Segala sesuatunya menjadi lebih dalam, lebih
tinggi, lebih lapang, bahkan bila dibanding saat-saat peristiwa itu berlaku.
Seperti ketika perjumpaan dengan seseoarang, dulu terasa biasa saja.
Orang itu hanya bukan siapa-siapa dalam hidup ini. Hadir, pergi, lalu segera
dilupakan. Akan tetapi ketika masa berganti, pertemuan itu, orang itu,
kepergiannya, ternyata menjadi bermakna. Mengenang senyumnya membuat kita
kembali tersenyum. Mengenang saat-saat bersamanya menghadirkan bahagia. Lalu
ketika teringat kepergianya, terasa betul ada yang hilang.
Atau waktu kecil, ketika itu bareng-bareng kawan satu sekolahan, kita
jalan-jalan menyusuri perbukitan dekat kampong kita. Ah, dulu rasanya sungguh
biasa. Tiada yang spesial. Akan tetapi setelah waktu berganti, tahun demi tahun
berlalu, kegiatan sederhana itu ternyata menjadi kenangan yang menghanyutkan.
Merenunginya, memaknaiknya, membuat kita ingin kembali ke sana. Ingin kecil
lagi. Ingin bersama-sama mereka lagi.