Engkau Bertanya, Mereka Menjawab Lebih





Tulisan ini, insya Allah akan menjadi serial travel-an kali ini. Catatan ini adalah tulisan kedua, setelah Travel-an Plan yang kuposting beberapa hari lalu. Saat ini jam tiga pagi di sebuah hotel (Namanya memang hotel, tapi kondisi kamarnya jauh lebih parah dari kos-kosan mahasiswa yang gak banyak duit. Maklumlah, kita nyari yang murah meriah. Ternyata benar, ada pula tempat-tempat menginap sekitar sini, yang tarif sehari kurang dari 100 ribu) di dekat Malioboro. Engkau yang cukup mengenal Jogja pasti tahu, di dekat Malioboro, ada Hotel yang megah, Melia Purosani. Nah, di dekat situ kami menginap saat ini, he.
Ini baru sempat nulis, setelah tempo hari kita full jalan-jalan. Seingatku, kami berempat – tentu saja aku, istri , Lavy dan Mayluf -  tempo hari sempat naik kereta, naik 7 Bus, plus sekali mbecak. Pemalang-Semarang naik Kaligung, Semarang-Salatiga, Salatiga-Semarang naik Bus. Setelah empat bus ditumpangi, barulah kami sampai di tujuan pertama kali, Taman Satwa Taru Jurug yang berdampingan dengan Bengawan Solo. Kami batalkan wisata kuliner malam dan menginap di Solo, kami langsung menuju jogja dengan Bus. Dari terminal Giwangan naik Trans, rencananya langsung ke Malioboro. Kata mbak kondektur bisa turun di Taman Pintar. Setelah mbak kondektur bilang; “Yang Malioboro, yang Taman pintar....” kami pun turun. Lha koq... entah di mana. Taman Pintar, Malioboro, sama sekali tak kelihatan. Maksudnya apa? Setelah bertanya orang di situ, ternyata kami harus naik Trans lagi untuk sampai taman pintar. Lah....
Akhirnya kami pilih mbecak, sekalian minta di antar ke penginapan yang murah....
Tentang Bonbin di Jurug, Solo, insya Allah akan menjadi serial berikutnya. Kali ini, kita berbincang dulu tentang..., sesuai judul lah, tentang bertanya dan menjawab. Ketika kita bepergian menggunakan transportasi umum, itu adalah kesempatan bagi kita untuk memperoleh kenalan dan teman perjalanan yang baru. Apa lagi bila kita bepergian sendirian, selalu ada tempat untuk di duduki orang lain di samping kita, entah di bus entah kereta. Nah, kita bisa kenalan, ngobrol dengan orang tersebut.
Walaupun tidak sering, tapi tak dapat dibilang jarang pula aku bepergian menggunakan angkutan umum. Maka tak jarang pula aku harus duduk berdampingan dengan orang tak kukenal. Terkadang aku enggan menyapa, merasa tak ada gunanya. Apa lagi bila orang di sampingku itu juga acuh, kelihatan orang cuek. Kali ini, karena selain menikmati liburan, tujuan travel-an ini memang untuk mendapatkan hikmah perjalanan, maka aku harus gunakan kesempatan apa saja menggali dan memperoehnya. Termasuk bertanya-tanya pada orang di sampingku.
Ketika naik kereta Kaligung, Pemalang-Poncol, kami menggunakan tiga tiket dewasa dan satu tiket anak-anak. Tiket anak-anak berarti tanpa bangku. Nah kami dapat tiga sit. Karena itu aku duduk terpisah dari istriku. Si Mayluf-lah yang seringkali duduk di pangkuan, main-main, pindah ke bangku kosong samping bundanya, bersama lavy, pindah lagi ke pangkuanku. Nah, di sampingku ada penumpang lain. Aku harus menyapanya.
Orang ini, sepertinya tipe tak banyak bicara, mirip denganku barangkali. Ketika aku bertanya beberapa hal, dia menjawab, tapi dengan jawaban pendek-pendek. Ibarat soal untuk ujian di SDIT-ku, maka jawabannya adalah jawaban singkat dalam soal isilah titik-titik. Sama sekali bukan jawaban uraian. Ketika kutanya: “Ke Semarang dalam rangka apa?” misalnya, dia pun hanya menjawab “main aja.” Jawaban itu, bagiku adalah basa-basi orang Jawa, untuk menyembunyikan maksud sebenarnya. Iya, dari beberapa pertanyaan yang kuberikan, dia selalu saja memberi jawaban singkat seperti itu. Dia juga tak sekali pun bertanya balik kepadaku. Ah, sepertinya memang tipe pendiam. Entah pendiam secara umum atau pendiam terhadap orang baru yang dikenal.
Untung, kursi yang kududuki itu no 10 B, sebenarnya bukan untukku. Hanya karena masih kosong, aku duduki saja. Tempat duduk itu berhadap-hadapan dengan tempat duduk istriku dan Lavy, sedang tempat dudukku yang sebenarnya no 12 A, di belakang tempat duduk istri dan Lavy, saling membelakangi. Ketika para penumpang dari stasiun Pekalongan naik, aku pun terusir dari tempat duduk no 10 dan harus pindah ke 12 A. Nah, kesempatan untuk berbincang dengan orang baru lagi.
Sama seperti yang pertama, orang yang duduk di sampingku kali ini adalah lelaki paruh baya. Barangkali 5 sampai 10 tahunan lebih tua dariku. Bedanya orang ini jauh lebih ramah. Ketika aku menyapa dan bertanya, jawabannya tak sekedar jawaban-jawaban yang sangat singkat. Ada lah embel-embelnya. Setelah beberapa pertanyaan kuajukan, dia pun bertanya balik. Tidak cuek. Sebenarnya pertanyaan-pertanyaan yang kuberikan hampir sama dengan yang kuberikan pada orang pertama yang duduk di sampingku. Masih seputar asal dari mana, hendak ke mana, dalam rangka apa... Itu saja. Akan tetapi karena tanggapannya berbeda, kali ini benar-benar menjadi perbincangan. Tak seperti wawancara dengan seorang yang tak ingin diwawancarai, aku bertanya dia menjawab singkat.
Informasi yang aku dapat dari perbincangan kali ini tentu lebih dari yang kudapat dari orang pertama. Dia asli Tasik, tapi sudah menetap di Tegal. Pengusaha gorden. Saat ini sedang mengantar adiknya yang ingin mencari informasi tentang kampus-kampus di Semarang. Adiknya itu saat ini masih kelas 3 di SMA 1 Tegal, rencananya tahun depat kuliah di Semarang.
Nah, orang ini juga memberikan beberapa informasi yang sama sekali tak kutanya. Seperti, orang sunda yang tinggal di kota lain seringkali punya usaha sepertinya; gorden. Sebagian lagi jual air minum, lalu bubur kacang ijo, dan satu lagi aku lupa. Dia juga bercerita tentang tempat-tempat yang membuka usaha gorden seperti dirinya di Pemalang.Intinya, dia tak enggan dan tak segan-segan bercerita.
Aku rasa, tipe orang kedua yang kuajak bicara ini masih lebih banyak dari tipe yang pertama. Sesungguhnya manusia adalah makhluk yang suka berbagi, meski hanya berbagi cerita. Karena berbagi dapat menjadi kenikmatan tersendiri. Ketika kita tak enggan bertanya, orang pun akan berbagi lebih banyak dari hal-hal yang kita tanyakan. Obrolan tercipta, di kita dapat memperoleh banyak tambahan ilmu dan informasi, bahkan dari orang yang baru saja kita kenal dan melah belum sempat menanyakan namanya.
Iya, mulai hari ini, sepertinya aku harus lebih banyak belajar, agar tak enggan bertegur sapa. Belajar untuk lebih banyak menggali hikmah dari siapa saja. Termasuk orang-orang tak kukenal yang beru sekali kutemui dan mungkin untuk sekali-kalinya itu aku bertemu dengannya. Semoga saja aku bisa.
0 Responses
abcs