Aku tulis catatan ini sambil nunggu kajian di Masjid Abu Bakar. Hem....,
jadi ingat masa muda. Dulu.. Ah, bentar. Aku cerita yang di sini dulu.
Sesungguhnya aku mulai rindu. Rindu kajian-kajian yang menggugah.
Masalahnya, ketika ada kajian, yang ketemunya itu-itu lagi. Ustadz pemala ya
itu-itu. Dangan gaya seperti itu. Cukup kuhapal.
Nah, mulai sebulan atau dua bulan lalu, di masjid ini ada kajian yang
baru. Kajian tafsir al-Quran, tiap Sabtu malam ahad. Kebetulan LQ-ku sebagai
penggerak berlangsungnya kajian rutin ini. Sesuatu yang baru. Mesti bagiku
terasa lucu. Seperti kata ustadznya, belajarnya kayak anak TK, atau anak SD. Kalau
yang ini mengingatku pada masa mudaaaaku dulu. Muda banget. Waktu itu aku masih
semangat ngaji kitab kuning. Bismillahi,
kelawan nyebut asmane gusti Allah. Iku sopo? Ar-Rahmani, Dzat kang paring welas
asih ing dalem dunyo lan akherat. Sopo? Ar-Rahimi, Dzatkang paring welas asih
ing dalem akherat bloko. Nah, lucu kan?
Kali ini, malam ini ada Mabit. Tentu ada kajiannya. Kabarnya Ustadz
Rahmani dari Jakarta bakal datang ke sini. Mudah-mudahan, sesuatu. Sesuatu yang
baru dan benar-benar menggugahku. Mengobati kerinduanku. Hem..., ya, sekali
lagi, cukup sering aku merindu. Rindu masa-masa yang dulu.
Kala itu, aku masih semangat-semangatnya memburu ilmu. Bukan dengan
membaca buku, tapi ikut kajian rutin. Di Jogja kala itu, banyak sekali kajian
rutin. Paling sering kuikuti kajian jumat pagi dan ahad pagi di Masjid Syuhada,
kebetulan dekat dengan kampusku. Juga kajian Kamis pagi di Masjid Mardliyah
UGM. Apa kabar kajian-kajian rutin itu tahun ini, bulan ini ya? Masihkan
seperti dulu? Masihkah berjalan rutin, satu pekan sekali? Masihkah diburu
pemuda-pemudi – bolehlah kau sebut ikhwan akhwat – yang haus ilmu, rindu selalu untuk berkumpul dengan
saudara-saudara seperjuangan, di masjid-masjid yang lapang, teduh, tenang dan
menyejukkan?
Hem... teringat, ustadz-ustadz luar biasa, dengan berbagai keunikan, gaya
dan sepesifikasi ilmu. Ada Ustadz Cahyadi Takariawan, Ustadz Didik
Purwordasono, Ustadz Moh. Fauzil Adhim. Ustadz Natsir Haris, Ustadz Syatori
Abdurrauf, Ustadz Basuki Abdurrahman, dan banyak lagi. Masing-masing memberi
warna dan cahaya sendiri-sendiri. Siapapun ustadznya, yang jelas, jadwal-jadwal
kajian itu selalu saja membuatku rindu untuk datang ke masjid. Baru datang saja
sudah ada suasana yang menyejukkan. Nikmat. Belum lagi ilmu-ilmu baru yang
dibagi-bagi gratis oleh ustadz-ustadz yang luar biasa itu. Bila satu kali tak
bisa datang, rasanya ada yang hilang, ada yang kurang.
Yach, aku rindu masa-masa itu. Mudah-mudahan, kerinduan ini selalu
membangkitkan semangatku untuk memburu ilmu. Meski tidak dengan cara seperti
dulu. Saat ini, di Pemalang ini, untuk hal-hal baru, memang lebih mudah
kuperoleh via buku, atau internet. Lebih cepat updatenya. Buku pun juga harus
beli online. Beli di Pemalang langsung? Ah.., sulitnya....
Ah, no matter what, yang
penting tetap tumbuh gairah memburu ilmu, juga senantiasa berkumpul dengan
majelis-majelis ilmu. Mudah-mudahan..