Mudah tapi
susah, bayak hal masuk kategori ini. Seperti kata cinta. Mengucapkan kata cinta
tentu saja mudah, semudah mengucap kata-kata lainnya. But, dalam ruang-ruang keluarga, seringkali satu kata itu pun susah
dikeluarkan. Seorang istri harus menangis-nangis menunggu kata cinta dari
suaminya. Ya, tak jarang seorang suami sulit berkata cinta pada istri sendiri.
Padahal jelas-jelas dia cinta. Tapi untuk
mengungkapkannya dengan kata-kata, ah susah. Ada saja yang membuat lidah
menjadi kaku dan kelu.
Iya, Mudah
tapi susah, banyak hal masuk kategori ini. Seperti juga senyuman terhadap
saudara kita. Tersenyum itu mudah, semudah menarik dua bibir kita ke samping
kanan dan kiri. Dan kita tahu, senyum tulus kita terhadap saudara sesama muslim
akan mendatangkan pahala. Lagi pula banyak manfaatnya. Bagi diri, senyuman akan
menghadirkan energi positif, suasana nyaman dan rasa optimis. Bagi orang lain,
senyuman mendatangkan kenyamanan, keteduhan dan rasa persahabatan. Komunikasi pun
dapat terjalin dengan baik, dihias senyuman. Tapi itu tadi, seringkali, yang
mudah itu menjadi susah. Bibir jadi tak mudah tergerak ke samping, malah ke
depan, manyun. Apa lagi bila sedang ada masalah, susah.
Mudah tapi
susah. Memang, banyak hal masuk kategori ini. Seperti menahan diri untuk tidak mengungkap
keburukan dan kekurangan orang lain. Mudah, semudah kita untuk diam, tidak bicara,
tidak menggerakkan bibir dan lidah. Nyatanya hal ini seringkali menjadi susah. Betapa
mulut manusia seringkali gatil bila belum membicarakan keburukan dan kekurangan
orang lain. Mulut sulit ditahan untuk membuka dan menutup. Klimat demi kalimat
pun membanjir, tentang aib orang lain. Bahkan bila keburukan dan kekurangan
orang lain itu sebenarnya sifatnya masih dugaan. Diduga dia begini dan begitu,
yang jelek-jelek. Manusia-manusai ini lupa bahwa mereka sedang berbuat keji. Iya,
keji, sekeji memakan daging saudaranya sendiri yang sudah mati. Hiii..., ngeri.
Mudah tapi
susah. Sekali lagi, memang banyak hal masuk kategori ini. Seperti menahan diri
untuk tidak menulis setatus di FB atau ngetwit dengan tulisan-tulisan galau,
atau tulisan-tulisan yang jelas tiada mendatangkan kebaikan. Jelas-jelas tidak
jelas. Mudah, tinggal tidak usah menulis saja. Nyatanya jadi susah. Pikiran,
perasaan dan tangan begitu mudah terdorong untuk menulis. Menulis yang tidak
jelas. Asal. Malah tulisan galau. Tanpa sadar, bahwa kalau toh tidak
mendatangkan dosa, setidaknya tulisan itu sia-sia. Tiada manfaatnya. Belum lagi
bila ternyata, tulisan-tulisan itu menunjukkan bahwa diri kita kurang bersyukur
atas nikmat Allah. Menunjukkan bahwa kita orang yang tidak jelas, tak punya visi
dan mimpi yang menjulang. Atau setidaknya, menunjukkan bahwa kita sedang
terlena, lupa.
Masih banyak
lagi perkara-perkara yang sejatinya mudah tetapi menjadi susah. Barangkali karena
tidak kokohnya jiwa, keruhnya hati. Hingga hal-hal yang semestinya sangat mudah
menjadi sulit kita lakukan. Maka, mari terus-menerus benahi diri. Mudah-mudahan
saja, dalam hal semacam itu kita dapat fokus pada kata ‘mudah’ dan menjauh dari
kata ‘susah.’ Iya, tidak udah susah-susah, dibuat mudah saja.