Engkau
seorang guru? Bagaimana engkau mengajar di kelas? Apakah engkau yakin anak di
kelas menyenangi cara mengajar yang engkau lakukan? Atau mungkin mereka sering
merasa bosan, jenuh dan tak tertarik mengikuti pelajaran. Atau anak-anak itu
justru seringkali ramai, mengobrol seenak mereka, lalu sebagian lagi melamun, sedang
yang lainnya terkantuk-kantuk?
Bagaimana kira-kira
pendapat mereka tentangmu? Guru teladan, guru menyenangkan, guru gaul, guru mbosenin,
guru killer, atau guru gak jelas?
Iya,
sebagai guru kita perlu menengok diri, apakah benar sudah menjadi guru yang
patut diteladani dan menyenangkan bagi anak-anak didik kita. Atau justru mereka
lebih banyak menangkap kesan negatif tentang kita. Bila menengok di sekolah-sekolah,
di kelas-kelas, kita akan mendapati banyak guru yang mengajar sekedarnya saja,
kalau tidak mau dibilang sekenanya. Monoton, membosankan bagi anak. Setiap
masuk kelas begitu-begitu saja. Memberi salam, menjelaskan, memberikan soal,
sudah. Dari hari ke hari tak ada hal baru. Materinya pelajarannya saja yang
berganti-ganti sesuai silabus dan RPP yang dia copy, paste dan print.
Tahun depan, ketika mengajar materi yang sama, dia mereka akan bawakan dengan
gaya yang nyaris sama persis.
Tentu
saja, kita tak boleh menjadi guru semacam itu. Bagaimana anak-anak didik kita
akan kreatif, inovatif dan rajin belajar, bila gurunya saja tak pernah mengasah
kreatifitas, tak pernah berinovasi dalam mengajar, juga jarang sekali belajar
untuk mengembangkan diri. Malah hampir tak pernah belajar bagaimana menjadi
guru yang lebih baik. Tak pernah belajar bagaimana menyajikan pengajaran yang
menyenangkan dan efektif.
Tentu,
sebagai guru kita wajib terus belajar untuk memperbaiki kualitas pembelajaran. Jangan
sampai menjadi guru yang mengajar secara monoton dan membuat anak didik bosan
dan tak bergairah belajar.
Telah
banyak orang yang membahas Fun Teaching.
Guru harus dapat memberikan pengajaran yang menyenangkan. Harus dapat
membagkitkan gairah belajar, merangsang keterlibatan penuh anak didik, serta
menciptakan pemahaman atas apa yang sedang dipelajari. Maka seorang guru
benar-benar harus kreatif dan inovatif secara terus-menerus. Satu cara
pengajaran yang menggairahkan anak didik pun, bila diterapkan terus-menerus,
lama-lama dapat menjadi hal yang membosankan bagi mereka.
Nah,
sudahkah engkau menjadi guru yang kreatif dan inovatif? Sudahkah engkau mengajar
dengan menyenangkan?
Bukan
hendak, melemahkan gairah untuk dapat menyajikan Fun Teaching. Akan tetapi, Fun Teaching – yang sebenarnya belum
banyak diterakpan itu – sesungguhnya tak cukup. Iya, tak cukup seorang guru
mengajar secara menyenangkan di kelas. Dengan Fun Teaching, anak-anak memang akan lebih bergairah, lebih fokus,
lebih konsentrasi, lebih terlibat dan lebih terkendali. Akan tetapi itu sama
sekali tak cukup. Tak cukup membuat anak didik semangat belajar karena melihat “acting”
gurunya yang lucu dan menyenangkan.
Sungguh
ada yang jauh lebih penting. Yaitu
bagaimana membuat anak-anak didik kita haus akan ilmu. Bagaimana membuat mereka
benar-benar bergairah setiap waktu untuk menuntut ilmu. Tentu dengan niat yang
benar. Niat beribadah, niat untuk menolong agama Allah dengan ilmunya. Jadi
mereka belajar karena motivasi dari dalam diri, bukan karena motivasi dari luar
seperti guru yang mengasyikkan.
Fun Teaching
memang bagus. Akan tetapi sepertinya orang-orang besar tak terlahir karena Fun Teaching. Lagi pula istilah Fun Teaching sepertinya belum lama-lama
amat menyebar di bumi ini. Banyak ulama besar yang ilmunya insya Allah barakah hingga kini, sama sekali tak mengenal istilah Fun Teaching. Abu Ayyub Al-Anshari misalnya, pergi dari Madinah ke Mesir menemui Uqbah bin Nafi untuk
mendengar sebuah hadist. Di Mesir, setibanya di tempat Uqbah, kudanya tidaklah
ditambat. Setelah mendapatkan hadist yang diburunya, Abu Ayyub langsung pulang
ke Madinah. Jelas Abu Ayyub begitu bersemangat menempuh jarak
yang jauh hanya untuk memperolah satu hadits bukan karena Fun Teching, bukan karena seorang guru yang menyenangkan ada di
Mesir.
Seorang
penuntut ilmu yang lain Ibnu
Thahir Al-Muqaddasi pernah menuturkan pengalamannya seperti berikut ini;
“Saya dua kali mengeluarkan kencing darah dalam mencari hadits, sekali di Baghdad dan
sekali di Mekkah. Waktu itu saya berjalan tanpa alas kaki di siang hari,
sehingga hal itu terjadi. Saya tidak pernah mengendarai kendaraan dalam mencari
hadits. Saya juga selalu memikul buku-buku saya di atas pundak dan tidak pernah
meminta-minta kepada siapapun selama mencari hadits. Untuk menyambung hidup,
saya hanya bergantung pada apa yang saya dapatkan!
Nah,
jelas bukan karena Fun Teaching bukan?
Demikian
Imam Bukhari, melawat selama 16 tahun untuk memperoleh hadits. Dari Basrah
beliau menuju Makkah, Madinah, Kufah, Bagdad dan seterusnya. Beliau menemuwi
para perawi – kabarnya beliau bertemu dengan sekitar 80.000 perawi – berguru
pada 1.080 ahli hadits, mengumpulkan sekitar
600.000 hadits dan kemudian menyeleksinya. Beliau menyeleksi hadits dengan
sangat teliti dan ketat, sehingga ketika ada perawi yang diragukan, maka
ditinggalkan hadits yang diriwayatkannya. Bahkan untuk mengecek kekurangan
sebuah hadits, beliau bisa berkali-kali melawat lagi untuk menemui para ulama
dan perawi hadits, seperti yang beliau lakukan ke Bagdad dan Kufah. Maka al-Jami’ Ash-Shahih atau yang lebih
dikenal dengan Shahih Bukhari menjadi
kitab rujukan utama tentang hadits hingga kini.
Nah,
sekali lagi, jelas bukan karena Fun Teaching
kan?
Sekarang,
kita punya PR besar, bagaimana membuat anak-anak didik kita butuh dan haus akan
ilmu. Hingga apapun kesulitan dalam menuntut ilmu, dia mereka akan terus
berburu. Tak harus dibersamai oleh seorang guru yang mengajar secara menyenangkan.
Wallahu a’lam bishawab. Semoga
bermanfaat.