Apa Hendak Aku Bilang?

Kelak, ketika tiada lagi kesempatan untuk berpura-pura baik dan menutupi- kejelekan diri, kemana hendak aku berlari untuk bersembunyi dari rasa malu? Kelak ketika aku tak lagi dapat berbohong dan membela diri dari setiap kesalahan yang dituduhkan padaku, kemana hendak aku berlindung untuk menghindar dari siksa yang tak terbayangkan?

Kelak bila aku ditanya, “Kamu habiskan untuk apakah hidupmu di dunia?”, apa hendak aku bilang? Akankah kujawab; “Untuk nonton TV, untuk main game, untuk bersendau gurau, untuk melamun, untuk bergosip, untuk mengejar pria/wanita, , untuk berebut harta, dan berbuat segala nista.”?

Kelak bila aku ditanya, “Kamu gunakan untuk apakah rezki yang Aku karuniakan kepadamu?”, apa hendak aku bilang? Akankah aku bilang, “Untuk senang-senang; untuk biaya pacaran, untuk beli VCD bajakan, untuk koleksi mainan, untuk taruhan, untuk makan yang berlebihan, untuk foya-foya dan hura-hura, untuk segala hal yang sia-sia.”?

Kelak bila aku ditanya, “Kamu gunakan untuk apakah mulut kamu ketika di dunia?” apa hendak kujawab? Akankah aku bilang, “Untuk bicara dusta, untuk pura-pura, untuk membeberkan kekeliruan orang, untuk menfitnah, untuk menghina, untuk mencela, untuk marah-marah yang tak pada tempatnya, atau untuk asal bicara?”

Kelak bila aku ditanya, “Sering kamu gunakan untuk apakah mata kamu ketika di dunia?” apa hendak aku jawab? Akankah kubilang; “Untuk mengagumi kecantikan/kegantengan, untuk menatap aurot orang, untuk menyelidiki kejelekan orang, atau untuk melototi anak-anak yang tak sungguh bersalah.”?

Kelak bila aku ditanya, “Kemanakan kakimu sering kamu langkahkan ketika hidup di dunia?”, apa hendak aku jawab? Akankah aku bilang; “Ke tempat-tempat yang mengajak zina, ke tempat konser musik, ke pusat perbelanjaan, ke tempat-tempat hiburan, juga ke tempat orang-orang berbuat kesyirikan.”

Nyatanya, kita teramat sedikit mengisi hidup ini dengan kebaikan. Kapankah kita sungguh-sungguh mempelajari al-Qur’an, kapan shalat dengan khusuk, kapan berdakwah, kapan membantu orang yang kesulitan, kapan memberi makan yang kelaparan, kapan berpikir untuk kemajuan umat manusia? Ya, kapan?!

Barangkali itu terlalu muluk, kalau begitu yang sederhana saja. Kapan tersenyum dengan tulus kepada saudara, kapan mengucap terima kasih ketika dibantu, kapan minta maaf ketika berbuat salah, kapan memberi hadiah tanpa berharap sesuatu (balasan), kapan mengisi kotak infak masjid dengan sepenuh ikhlas? Ah, sungguh tak sebading dengan banyaknya dosa yang kita tumpuk.

Maka, mumpung masih ada kesempatan, mari kita berusaha untuk terus-menerus berbuat yang terbaik, sesederhana apapun kebaikan itu. Mudah-mudahan, hal ini akan dapat menutup segala khilaf yang kita perbuat. Mudah-mudahan, kebaikan sederhana yang kita perbuat dapat memberi manfaat bagi orang lain. Dan yang lebih penting, mudah-mudahan kebaikan sederhana itu mengandung nilai yang besar di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

0 Responses
abcs