Manusia Bodoh

ADA Band barangkali sedang dalam kontemplasi terdalam ketika dulu mencipta lagu Manusia Bodoh-nya. Benar, kita ini manusia-manusia bodoh. Boleh engkau mengelak kalau tidak setuju. Barangkali kau seorang yang berkeluasan ilmu. Kalau begitu, biarlah penulis bercerita tentang diri yang bodoh ini.

Benar bahwa saya telah menamatkan SD, SMP, SMK, lalu jenjang S1. Juara kelas sering pula. Tapi seberapapun ilmu yang saya miliki, itu masih sedikit, bahkan teramat sedikit. Ilmu Ekonomi adalah bidang saya, setidaknya saat berada di bangku kuliah. Akan tetapi tentang Pendapatan Nasioanl pada Ekonomi Makro, tentang kliring pada Perbankan, tentang amortisasi pada Akuntansi, tentang Marketing Mix pada Pemasaran, tentang bai’ al istisna pada Ekonomi Islam; ilmu-ilmu yang cukup umum ini saja teramat sedikit saya kuasai.

Padahal ilmu ekonomi seharusnya menjadi spesialisasi saya. Bila harus melirik bidang-bidang ilmu lainnya; kedokteran, fisika, kimia, komputer, biologi, psikologi, sosiologi dan sebagainya, maka apa yang saya ketahui tak ada seujung kuku dibanding keluasan ilmu-ilmu tersebut. Jangankan mempunyai pemahaman, istilah-istilahnya saja terlalu banyak yang belum pernah saya dengar atau saya baca. Ekstrimnya boleh dibilang saya tak tahu apa-apa.

Tentang hal-hal yang berada di sekitar saya ketika menyusun kalimat-kalimat ini saja begitu banyak yang tidak saya mengerti. Ketika menatap komputer, saya dapati sebuah pertanyaan besar; Kok bisa? Salah satunya, saya hanya menekan tombol-tombol di keyboard, kok bisa muncul tulisan di monitor? Takkan ketemu jawabannya bagi orang yang berpengetahuan minim seperti saya. Untuk memahami dengan utuh jawaban dari satu pertanyaan itu saja, betapa banyak ilmu pengetahuan yang kita butuhkan. Setidaknya kita harus mengerti tentang listrik, perubahan energi dari listrik ke cahaya, tentang komponen-komponen elektronika, tentang bahasa program, tentang software, tentang hardware, juga tentang perpaduan antara software dan hardware. Ah, terlalu banyak yang tidak saya ketahui.

Lalu ketika melihat baju batik yang saya kenakan, muncul banyak sekali pertanyaan. Bagaiman menyusun warna-warni batik ini dengan rapi? Bagaimana warnanya bisa tak lutur ketika kena sabun, sedang warna-warna dari kotoran bisa dihilangkan dengan sabun cuci? Bagaimana juga mesin jahit bekerja begitu rapi menyusun baju ini? Bagaimana mesin pemintal mampu menyusun benang-benang menjadi begini rapat juga rapi? Belum lagi bila harus bertanya bagaimana membuat benang, membuat kancing baju atau membuat resleting. Lagi-lagi saya sama sekali tak mengerti.
Ketika menatap meja kerja saya yang berkaca agak hitam, timbul lagi berbagai pertanyaan. Tersusun dari unsur apakah warna hitam pada kaca ini? Bagaiman kaca bisa memberikan bayang-bayang? Mengapa kaca yang agak hitam ini tetap dapat ditembus cahaya? Bagaimana membuat permukaan kaca bisa sehalus ini? Untuk yang ke sekian kalinya saya sama sekali tak tahu jawabannya.

Barangkali engkau dapat menjawab dengan gamblang akan beberapa pertanyaan yang baru saja saya ajukan. Tapi bila saya terus mengajukan berbagai pertanyaan lain, saya yakin akan lebih banyak yang tidak kau ketahui jawabannya dari pada yang kau tahu. Ini baru tentang apa yang terlihat saat saya mengetik tulisan ini, padahal bumi yang kita tempati begini luasnya. Belum lagi bila kita melihat alam semesta yang di dalamnya terdapat Guci yang di dalamnya Group Nebula yang didalamnya Himpunan Nebula yang di dalamnya lagi Nebula yang di dalamnya lagi Galaksi yang salah satunya ada tata surya yang didalamnya bumi yang kita tempati. Galaksi saja jari-jarinya sekitar 50.000 Tahun Cahaya. Artinya kalau ada lampu senter yang cahayanya dapat tembus ke mana saja, bila kita hidupkan senter itu di titik pusat galaksi yang biasa di sebut Black Hole itu, cahayanya baru akan sampai titik piggir galaksi setelah 50 ribu tahun yang akan datang. Padahal satu detik kecepatan cahaya dapat mencapai jarak 299.792,46 km. Lalu berapa kira-kira luas satu galaksi? Engkau kalikan saja sendiri! Itu baru satu galaksi, lalu berapa luasnya alam semesta yang terdiri dari milyaran galaksi ini? Dari yang saya baca, jawabannya sekitar 50 x 10 pangkat 58 Tahun Cahaya. Bila kita tulis angka nol-nya berarti 500.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000 Tahun Cahaya. Itu pun masih terus meluas. Subhanallaah. Rabbanaa maa khalaqta haadzaa baatilaa.

Kenyataan ini sekali lagi membuktikan bahwa kita-kita ini hanya manusia bodoh. Betapa secuwil ilmu yang kita miliki. Belum lagi yang sedikit itu masih jarang kita manfaatkan dengan benar. Jadilah bodoh di atas bodoh.

Perilaku manusia sehari-hari membuktikan bahwa kita benar-benar bodoh. Sudah tahu merokok itu tidak baik, di bungkusnya terpampang peringatan bahwa merokok dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan, tetap saja tak mau berhenti merokok. Sudah tahu kalau ingin sukses harus terus belajar dan bekerja keras, tapi justru hidup bersantai. Sudah tahu bahwa dibohongi, dicurangi, dan dikhianati itu menyakitkan, ee… kitanya justru sering berbuat yang sama terhadap orang lain. Banyak lagi contoh semacam itu.

Ya, tentang diri sendiri saja kita seringkali tak mengerti. Mengapa tiba-tiba menjadi malas, mengapa susah konsentrasi, mengapa sulit untuk ikhlas, mengapa ada keinginan untuk berbuat curang, mengapa selalu ingin mementingkan diri, mengapa dan mengapa.
Paling tidak, kita masih memiliki kesadaran akan kebodohan diri. Dengan itu kita akan terus belajar tanpa kenal henti. Dari pada sok pintar, padahal isinya kosong mlompong. Malu-maluin dong!

Maka, mari terus BELAJAR! Bukan hanya agar kita banyak ilmu; jadi pintar, melainkan juga agar kita semakin bijak menyikapi kehidupan. Telah terlalu banyak derita di dunia ini, karena manusia tak mampu bersikap bijak; pada dirinya juga terhadap orang lain. Karena itu mari belajar menjadi bijak!
0 Responses
abcs