Saatnya Berhenti Menyalahkan Waktu

Kalau pengen tahu pentingnya waktu SETAHUN coba kau tanya pada murid yang tinggal kelas!

Kalau pengen tahu pentingnya waktu  SEBULAN coba kau tanya pada ibu yang  melahirkan bayi prematur!

Kalau pengen tahu pentingnya waktu SEMINGGU coba kau tanya pada editor majalah mingguan!

Kalau pengen tahu pentingnya waktu SEHARI coba kau tanya pada orang yang akan menikah esok hari!

Kalau pengen tahu pentingnya waktu SEJAM coba kau tanya pada kekasih yang menunggu untuk bertemu!

Kalau pengen tahu pentingnya waktu SEMENIT coba kau tanya pada orang yang ketinggalan pesawat terbang!

Kalau pengen tahu pentingnya waktu SEDETIK coba kau tanya pada orang yang baru saja terhindar dari kecelakaan!

Kalau pengen tahu pentingnya waktu SEMILI DETIK  coba kau tanya pada runner up balap motor dunia!

 

Kata orang ‘waktu adalah uang.’ Kata yang lainnya ‘waktu adalah pedang.’ Barangkali seorang pemilik tambak akan mengatakan bahwa ‘waktu adalah udang.’ (Asal jangan kepleset menjadi ‘waktu adalah hutang.’ Makin lama waktu berjalan, makin banyak pula hutang. Cucian deh Abang!)

Relatif memang nilai waktu, tergantung bagaimana seseorang menilai dan menjalani kehidupan ini. Tak perlu kita pusing mencoba memahami teori relativitasnya Einstein, bila memang tak paham; karena di sekitar kita banyak contoh yang menunjukkan bahwa waktu memang relatif. Bagi seorang pedagang serabi di kampung saya, sehari untung 50 ribu pastilah luar biasa; kalau tidak mau dikatakan sebagai hil yang mustahal. Tapi seorang bos perusahaan berskala internasional, tiap hari dapat hasil 3 juta barangkali belum seberapa. Bagi seorang koruptor, lain lagi cerita; hitung-hitungannya tak lagi pake digit juta, tapi trilyun. Pasti susah ya menghitungnya? Asal tahu saja, andai tiap satu hitungan kita memerlukan waktu satu detik, maka akan butuh waktu 31.668 tahun untuk sampai hitungan 1 trilyun.  Barangkali hukuman paling berat bagi seorang koruptor adalah disuruh berhitung dari nol sampai angka korupsinya.

Nah, itu tadi bila patokannya ‘waktu adalah uang.’

Yang pasti, bagaimanapun kita memaknai arti waktu, ia sangatlah berharga. Apa lagi bila masalahnya adalah rindu, betapa yang sesaat menjadi begitu penting, andai bisa bertemu. Maka seorang pecinta akan berkata ‘meski hanya sekejap mata, aku ingin jumpa.’

Anehnya, manusia sering mengkambinghitamkan waktu atas kesalahan pribadinya. Bila ada orang tua sakit rindu terhadap anak-anaknya, waktulah yang menjadi alasan; anak-anaknya itu sibuk dengan urusan masing-masing. Bila ada anak-anak tak cukup mendapat kasih sayang dari orang tua mereka, waktu juga menjadi alasan; orang tua sibuk bekerja. Bila banyak pekerjaan rumah terbengkelai, waktu juga dituduh bersalah.

‘Tak ada waktu,’ kalimat yang biasa digunakan untuk berkilah. Padahal masalah sesungguhnya hanyalah keengganan, kelalain, ketidakseriusan, atau ketidakmampuan mengelola diri. Sebab itu banyak tugas tak terselesaikan, banyak kewajiban tak tertunaikan, banyak pihak yang membutuhkan terabaikan dan banyak kesempatan hilang ditelan waktu.

Kini sudah saatnya untuk jujur pada diri. Bila ada hal-hal yang tak mampu kita selesaikan dengan tuntas, jangan lagi salahkan waktu. Makhluk yang sangat berharga bernama waktu itu telah menjalani tugasnya dengan baik. Ia terus bergulir, tanpa mempercepat atau memperlambat lajunya. Apa lagi berhenti, tidak sama sekali. Manusialah yang lebih sering mengkhianatinya. Meski waktu tak lelah memberi kita kesempatan, manusia justru terlalu sering manjadikannya kambing hitam atas kelalaian sendiri.  Maka mulai saat ini, berhentilah menyalahkan waktu!

0 Responses
abcs